Direktorat Jenderal Pajak Siapkan Aplikasi Khusus untuk Pemungut PPh Pasal 22 Marketplace

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini sedang menyiapkan aplikasi khusus untuk mendukung implementasi kebijakan penunjukan pemungut PPh Pasal 22 oleh marketplace. Rosmauli (Ros), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, menjelaskan fungsi aplikasi tersebut.

Sementara itu, marketplace kini dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Terpadu kepada DJP melalui sistem Coretax.

“Perlu kami tegaskan kembali bahwa pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Terpadu (PPh) bukanlah jenis pajak baru, melainkan penyesuaian metode pemungutan pajak yang sebelumnya dilakukan secara manual agar sesuai dengan sistem perdagangan digital,” jelas Ros.

Pada kesempatan terpisah, Hestu Yoga Saksama, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menyatakan bahwa aplikasi khusus yang sedang disiapkan DJP akan memudahkan marketplace untuk mematuhi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025).

Hestu juga menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin membebani marketplace dengan dokumen-dokumen administrasi. Sistem pemungutan PPh Pasal 22 akan memanfaatkan dokumen transaksi yang ada di sistem marketplace, tanpa perlu membuat bukti potong baru. Misalnya, menggunakan faktur pajak yang sudah ada dari sistem marketplace.

“Kami tidak ingin membebani mereka [pasar daring] dengan membuat dokumen baru,” tegas Hestu dalam acara Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta (14 Juli 2025).

Ia menegaskan bahwa PMK 37/2025 tidak akan langsung berlaku setelah diundangkan pada 14 Juli 2025. Berdasarkan pembahasan antara DJP dan pasar daring, diperlukan sistem pendukung pemungutan PPh Pasal 22.

“Setelah siap diimplementasikan, kemungkinan satu atau dua bulan ke depan akan kami tunjuk,” tambah Hestu.

Kriteria pasar daring yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PMK 37/2025, adalah:

  1. Pasar daring yang menggunakan rekening escrow untuk menyimpan penghasilan;
  2. Memiliki nilai transaksi dengan pengguna penyelenggara jasa elektronik yang digunakan untuk bertransaksi di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam jangka waktu 12 bulan; dan/atau
  3. Memiliki lalu lintas atau akses yang melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.

Pernyataan resmi DJP menyatakan bahwa menteri mendelegasikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan batasan nilai transaksi dan/atau lalu lintas atau akses yang melebihi jumlah tertentu.

Post Comment

Translate »