Syarat dan Ketentuan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak

Kriteria Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi

Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif berdasarkan permohonan wajib pajak. Pasal 23 ayat (1) PMK 118/2024 menyatakan bahwa sanksi administratif yang dapat dikurangi atau dihapuskan adalah sanksi administratif yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP).

Namun, pengurangan atau penghapusan ini terbatas pada sanksi administratif yang timbul karena kesalahan wajib pajak atau bukan karena kesalahan wajib pajak. Pasal 27 ayat (3) PMK 118/2024 menjelaskan, kekhilafan atau bukan kesalahan wajib pajak yaitu:

  1. sanksi merupakan yang diterbitkan pertama kali kepada wajib pajak;
  2. penerapan ketentuan perpajakan dalam jangka waktu 6 bulan setelah berlakunya ketentuan yang dimaksud;
  3. kesalahan Direktorat Jenderal Pajak;
  4. akibat pihak ketiga dan bukan karena kesalahan wajib pajak;
  5. kendala pada jaringan sistem elektronik yang mengganggu pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak;
  6. sanksi akibat kesepakatan harga transfer; atau
  7. wajib pajak kesulitan keuangan dengan kriteria:
    • wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/wajib pajak badan yang melakukan pembukuan mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 tahun berturut-turut;
    • wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, yang melakukan pencatatan dan kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh dalam 2 tahun berturut-turut; atau
    • wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh dalam tahun pajak.

Syarat Pengajuan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Pajak

Untuk sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP dan STP, penghapusan/pengurangan sanksi dapat diajukan dalam hal:

  • SKP tidak diajukan keberatan;
  • SKP diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh wajib pajak dan Dirjen Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan;
  • SKP diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
  • SKP/STP tidak diajukan permohonan pengurangan/pembatalan SKP/STP yang tidak benar atau diajukan tetapi dicabut/tidak dipertimbangkan; atau
  • SKPT/STP tidak sedang diajukan permohonan pembatalan SKP/STP hasil pemeriksaan atau diajukan tetapi dicabut/ditolak.

Permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi dapat diajukan maksimal dua kali. Permohonan diajukan untuk satu Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Ketetapan Pajak (STP) dan harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. Permohonan tersebut harus mencantumkan besarnya sanksi administrasi menurut wajib pajak, disertai alasannya. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 23 ayat (5) huruf a, permohonan dapat diajukan jika wajib pajak telah melunasi jumlah pajak yang kurang/kurang dibayar yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi.

Permohonan kedua diajukan paling lambat tiga bulan setelah surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pertama dikirimkan, kecuali terdapat hal-hal di luar kekuasaan wajib pajak. Permohonan diajukan untuk Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Ketetapan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tanggapan atas permohonan pertama.

Keputusan Dirjen Pajak

Setelah permohonan diterima secara lengkap, Direktur Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan. Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen, data, dan/atau informasi dari wajib pajak, yang harus diberikan dalam waktu 15 hari.

Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan yang dapat mengabulkan permohonan wajib pajak sebagian atau seluruhnya, atau menolaknya dalam waktu enam bulan. Apabila jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan dianggap dikabulkan.

Post Comment

Translate »