Aspek Perpajakan Influencer di Indonesia
Objek Pajak Penghasilan
Secara umum, influencer memperoleh penghasilan dari dua sumber: melalui platform dan dari sumber di luar platform. Penghasilan berbasis platform meliputi AdSense, donasi/hadiah dari pengikut, dan konten eksklusif berbayar. Sementara itu, penghasilan di luar platform meliputi dukungan, komisi afiliasi, penjualan merchandise, dan bertindak sebagai duta merek. Dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh) Indonesia, segala bentuk penghasilan dikenakan pajak, sepanjang tidak dikecualikan dari peraturan perpajakan. Oleh karena itu, berbagai jenis penghasilan influencer juga dikenakan PPh. Dalam profesinya, influencer dapat beroperasi secara mandiri sebagai wajib pajak orang pribadi atau bergabung dengan suatu agensi. Beberapa influencer juga dapat mendirikan perusahaan atau badan hukum lainnya.
Ketentuan Pajak Penghasilan untuk Penghasilan Influencer
Penghasilan Bruto dalam Satu Tahun di Bawah Rp4,8 Miliar
Dalam konteks pajak penghasilan, influencer umumnya termasuk dalam kategori pekerja lepas. Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 168/2023, pekerjaan lepas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan keahlian khusus untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat hubungan kerja. Sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan lepas, influencer dapat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPPN) untuk menghitung penghasilan netonya. Pada dasarnya, NPPN dimaksudkan untuk menyederhanakan perhitungan penghasilan neto, sehingga tidak perlu lagi perhitungan biaya yang terperinci. Dengan demikian, penghasilan bersih seorang influencer dihitung dengan mengalikan persentase NPPN sebesar 50% dengan omzet kotor influencer pada tahun tertentu.
Penghasilan Bruto Tahunan di atas Rp4,8 miliar
Apabila influencer memiliki penghasilan bruto melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak atau memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: (i) pembukuan wajib; (ii) pajak penghasilan dihitung dengan mekanisme umum.
Pemotongan PPh oleh Pihak Ketiga
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Influencer sebagai Non-Karyawan Jika seorang influencer bekerja sama dengan perusahaan yang bertindak sebagai pemotong pajak, mereka akan dikenakan PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 ini dipungut berdasarkan skema perpajakan untuk wajib pajak orang pribadi non-karyawan. Berdasarkan Pasal 1 angka 12 PMK 168/2023, Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Karyawan adalah orang pribadi selain karyawan tetap atau karyawan tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa bebas yang dilakukan atas perintah atau permintaan pemberi penghasilan.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) huruf b PMK 168/2023, Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Karyawan meliputi musisi, presenter, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, model foto, model fesyen, aktor, penari, pematung, pelukis, kreator konten media daring (influencer, selebritas Instagram, blogger, vlogger, dan sejenisnya), dan seniman lainnya.
Secara ringkas, PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diberikan kepada bukan pegawai dipotong
dengan rumus: tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto).
Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan dalam Bentuk Barang dan/atau Manfaat
Saat bekerja sama dengan influencer, merek atau perusahaan terkadang memberikan imbalan dalam bentuk barang. Dalam situasi ini, imbalan dalam bentuk barang tersebut dapat dikategorikan sebagai imbalan dalam bentuk barang.
Hal ini sejalan dengan Pasal 3 ayat (1) PMK 66/2023, yang menyatakan bahwa imbalan atau kompensasi dalam bentuk barang dikenakan Pajak Penghasilan. Imbalan dalam bentuk barang tersebut dikenakan Pajak Penghasilan jika diberikan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa. Perlu diketahui bahwa kompensasi atau remunerasi sehubungan dengan jasa mengacu pada kompensasi atau remunerasi yang timbul dari transaksi jasa antar wajib pajak. Oleh karena itu, jika seseorang yang bekerja sebagai influencer menerima kompensasi dalam bentuk barang, ia tetap dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas imbalan natura. Dalam penghitungan pajak penghasilan, kompensasi natura dinilai berdasarkan nilai pasar barang tersebut.
Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Agensi
Selain beroperasi secara mandiri, influencer juga dapat bergabung dengan agensi. Dalam skema ini, sebuah merek atau perusahaan menghubungi agensi tersebut, yang kemudian akan menghubungi influencer tersebut. Jika agensi tersebut merupakan wajib pajak manajemen atau badan usaha, merek atau perusahaan yang menggunakan layanan tersebut wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas jasa periklanan. Pajak Penghasilan Pasal 23 dipungut dengan tarif 2% dari penghasilan bruto. Agensi tersebut kemudian memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diberikan kepada influencer.
Post Comment