Pemerintah Perkuat Pengawasan Orang Kaya untuk Kejar Target Pendapatan Pajak Penghasilan pada 2026

Pemerintah telah menetapkan strategi baru untuk memperkuat penerimaan negara dari sektor perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) pada tahun 2026. Salah satu fokus utamanya adalah memperketat pengawasan terhadap Wajib Pajak Golongan dan Orang Pribadi Berkekayaan Tinggi (WTP).

Catatan Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 menyebutkan bahwa penerimaan PPh nonmigas dalam RAPBN 2026 ditargetkan mencapai Rp1.154.127,0 miliar. Sementara itu, total penerimaan PPh diproyeksikan sebesar Rp1.209.363,4 miliar.

Target ini ditetapkan dengan mempertimbangkan capaian tahun-tahun sebelumnya, proyeksi perekonomian 2026, dan optimalisasi kebijakan teknis perpajakan, seperti kegiatan program bersama dan peningkatan efektivitas pengawasan terhadap orang pribadi kaya.

“Peningkatan efektivitas pengawasan dengan fokus kepada Wajib Pajak Grup dan High Wealth Individual, penerimaan PPh Nonmigas dalam RAPBN tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp1.154.127,0 miliar,“ isi dari buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, dikutip pada Kamis (21/8/25).

Sementara itu, penerimaan PPh migas secara historis periode 2021–2025 menunjukkan pergerakan yang cukup dinamis, dipengaruhi oleh tren harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan fluktuasi komoditas global.

Pada tahun 2021, penerimaan PPh migas tumbuh signifikan sebesar 60,0 persen, terutama didorong oleh penguatan harga minyak mentah Indonesia sepanjang tahun. Tahun berikutnya, penerimaan kembali melonjak sebesar 47,3 persen seiring dengan membaiknya harga minyak dan kenaikan harga komoditas global.

Namun, pada tahun 2023 dan 2024, tren moderasi harga komoditas akan menekan kinerja PPh migas, sehingga mengakibatkan kontraksi masing-masing sebesar 11,7 persen dan 5,3 persen. Memasuki tahun 2025, berdasarkan hasil semester pertama, proyeksi ICP, lifting migas, dan penerimaan yang masih tercatat sebagai setoran pada komponen pajak lainnya, prospek PPh migas diperkirakan mencapai Rp54.135,7 miliar. Dengan asumsi serupa, RAPBN 2026 menargetkan penerimaan pajak penghasilan migas sebesar Rp55.236,4 miliar.

Berbeda dengan sektor migas, Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas menunjukkan kinerja yang lebih konsisten dalam menopang penerimaan negara. Pada tahun 2021, penerimaan tumbuh 14,8 persen seiring dengan pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19.

Momentum ini berlanjut pada tahun 2022 dengan pertumbuhan signifikan sebesar 43,0 persen, didorong oleh membaiknya aktivitas ekonomi domestik, tingginya pembayaran PPh badan tahunan, dan penerapan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Pada tahun 2023, PPh nonmigas terus tumbuh sebesar 7,8 persen berkat stabilnya aktivitas ekonomi domestik, peningkatan utilisasi industri, dan kenaikan upah tenaga kerja. Pada tahun 2024, penerimaan terus tumbuh tipis sebesar 0,4 persen meskipun terdapat tekanan dari moderasi harga komoditas. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh penerimaan PPh dari transaksi, termasuk PPh Pasal 21, PPh final, dan PPh Pasal 26.

Sedangkan outlook 2025 memperkirakan pertumbuhan PPh non-migas hanya 0,1 persen. Faktor utamanya adalah implementasi Tarif Efektif Rata-rata (TER), penurunan profitabilitas usaha sektor komoditas, serta sebagian penerimaan yang masih tercatat pada deposit di komponen pajak lainnya.

Dengan tren penerimaan tersebut, pemerintah menekankan strategi pengawasan yang lebih tajam pada Wajib Pajak Grup dan HWI.

Post Comment

Translate »