Hal Penting yang Harus Diperhatikan Wajib Pajak dalam Proses Sengketa Pajak
Penyelesaian sengketa perpajakan merupakan hak setiap wajib pajak yang tidak setuju dengan surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Penasihat TaxPrime, Saut Hotma Hasudungan Sibarani, menekankan tiga poin penting yang perlu diperhatikan agar proses sengketa berjalan dengan baik dan sesuai hukum.
Ia menjelaskan bahwa wajib pajak berhak mengajukan keberatan kepada DJP apabila terdapat ketidaksetujuan terhadap isi surat ketetapan pajak. Tata cara keberatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2024 (PMK 118/2024), yang menggantikan PMK 9/2013. Meskipun tidak mengalami perubahan signifikan, peraturan terbaru ini mencakup Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan telah diadaptasi menjadi sistem daring.
“Jadi memang apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan isi ketetapan pajak, Wajib Pajak itu punya hak untuk mengajukan keberatan ke DJP,” ujar Saut dalam podcast #DIAJAK TaxPrime bertajuk Sengketa Pajak Ga Ada Habisnya?! Ini Mitigasi Efektifnya, dikutip Pajak.com pada Jumat (10/10/25).
Jika putusan keberatan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tetap tidak memuaskan, wajib pajak masih memiliki hak untuk mengajukan banding. Jika putusan banding juga tidak memuaskan, langkah terakhir adalah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Saut, jumlah perkara yang masuk ke MA terus meningkat, dari 10.000 menjadi 12.000.
Saut kemudian menekankan tiga poin krusial dalam proses penyelesaian sengketa pajak. Pertama, perbedaan antara banding di Pengadilan Pajak dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Dalam banding, proses hukum dilakukan serupa dengan persidangan biasa. Ada pemohon banding, pemohon banding, dan majelis hakim yang memimpin persidangan.
“Majelis hakim akan mendengar penjelasan kita, dokumen-dokumen yang kita sampaikan dari sisi pemohon banding dan terbanding. Di situ ada interaksi walaupun secara sidang itu ada sekarang online tapi ada juga yang offline tetap ada interaksi,” terang Saut.
Sementara itu, di tingkat PK tidak ada interaksi seperti dalam persidangan banding. “Jadi kita masukin surat peninjauan kembali, sudah, kita tinggal nunggu putusan dari Mahkamah Agung. Jadi tidak ada interaksinya,” tambahnya.
Kedua, dasar putusan hakim. Di Pengadilan Pajak, hakim berpegang teguh pada Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak, yang mengatur hasil pembuktian, peraturan perundang-undangan, dan keyakinan hakim berdasarkan dokumen dan alat bukti yang diajukan di persidangan. Unsur pembuktian merupakan faktor krusial dalam memutus suatu perkara.
Hal ini berbeda dengan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Pada tahap ini, dasar hukumnya lebih bersifat yuridis, sebagaimana diatur dalam Pasal 91 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dasar pembuktian hanya berlaku untuk novum atau alat bukti baru yang dapat mengubah putusan, bukan untuk dokumen yang sebelumnya diminta oleh pemeriksa tetapi tidak diserahkan.
Ketiga, pentingnya penyampaian dokumen tepat waktu. Saut menegaskan bahwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2024, telah menegaskan bahwa alat bukti yang diminta oleh pemeriksa pajak tetapi tidak diserahkan dalam batas waktu yang ditentukan tidak dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim di Pengadilan Pajak.
Ketentuan tersebut, kata Saut, sejalan dengan PMK 15/2025 yang mengatur bahwa dokumen harus diserahkan Wajib Pajak dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya surat permintaan.
“Kalau Wajib Pajak tidak memberikan sebagian atau seluruh dokumen yang diminta dalam surat peminjaman dokumen, maka sampai dengan proses banding dan MA juga itu tidak diperhitungkan. Ada risiko, ya,” kata Saut.
Selain itu, ia juga mengingatkan kewajiban Wajib Pajak sesuai Pasal 28 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yakni menyimpan dokumen selama 10 tahun. Namun menurutnya, dokumen tidak hanya harus disimpan, tetapi juga disusun secara rapi agar mudah digunakan dalam pembuktian.
“Kalau menurut saya, dia harus menyusunnya secara rapi. Tadi konteksnya kalau di TaxPrime itu menyusun secara arus barang, arus uang, arus dokumen jadi rapi,” pungkasnya.
Post Comment