Akses Pembuatan Faktur Pajak Dinonaktifkan, Klarifikasi Tidak Dapat Diotorisasi

Wajib Pajak yang akses pembuatan faktur pajaknya dinonaktifkan wajib menyampaikan klarifikasi secara mandiri.

Klarifikasi wajib disampaikan langsung oleh Wajib Pajak atau pengurus/penanggung jawab Wajib Pajak tanpa kuasa kepada pihak lain.

“Klarifikasi… dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: disampaikan langsung oleh Wajib Pajak atau pengurus/penanggung jawab Wajib Pajak dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak kepada Kantor Wilayah Pelayanan Pajak dan tidak dapat diotorisasi kepada pihak lain,” bunyi Pasal 4 ayat (2) huruf a PER-9/PJ/2025.

Wajib Pajak juga wajib menyampaikan klarifikasi tertulis dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran PER-9/PJ/2025. Klarifikasi tertulis tersebut wajib memuat penjelasan mengenai klarifikasi yang dibuat dan dokumen pendukungnya.

Klarifikasi tertulis disampaikan kepada Kantor Wilayah Pelayanan Pajak dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dokumen pendukung klarifikasi paling kurang:
1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) bagi WNI, atau paspor bagi WNA;
2. surat keterangan tempat usaha atau pekerjaan mandiri dari lurah atau kepala desa;
3. pas foto berwarna yang menunjukkan lokasi dan kegiatan usaha Wajib Pajak;
4. daftar pemasok tahun terakhir;
5. asli rekening koran dan bukti penerimaan/pencairan pembayaran tahun terakhir; dan
6. dokumen transaksi seperti surat perintah pembelian, surat perintah penyerahan, berita acara serah terima, atau berita acara penyelesaian pekerjaan tahun terakhir.

Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen pendukung klarifikasi paling kurang:

  1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) pengurus/penanggung jawab WNI, dan paspor pengurus/penanggung jawab WNA, dengan menunjukkan dokumen aslinya;
  2. fotokopi akta pendirian bagi wajib pajak badan dalam negeri atau surat pengangkatan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap (BUT);
  3. surat keterangan tempat usaha atau pekerjaan bebas dari lurah atau kepala desa;
  4. pas foto berwarna yang menunjukkan lokasi dan kegiatan usaha wajib pajak;
  5. daftar pemasok barang tahun terakhir;
  6. asli rekening koran dan bukti penerimaan/pencairan pembayaran tahun terakhir; dan
  7. dokumen transaksi seperti surat perintah pembelian, surat perintah pengiriman, berita acara serah terima, atau berita acara penyelesaian pekerjaan tahun terakhir.

Selama proses klarifikasi, Kantor Wilayah Pajak (Kanwda) dapat meminta informasi dari wajib pajak atau pengurus/penanggung jawab wajib pajak dan melakukan pemeriksaan di tempat usaha wajib pajak.

Pemeriksaan di tempat usaha wajib pajak dilakukan untuk memverifikasi keberadaan dan kewajaran tempat usaha wajib pajak serta kesesuaian kegiatan usaha wajib pajak.

Kantor Wilayah Pajak (Kanwil) wajib menyetujui atau menolak klarifikasi wajib pajak dalam waktu paling lama 30 hari kalender sejak tanggal diterimanya dokumen klarifikasi. Klarifikasi wajib pajak akan disetujui apabila hasil pemeriksaan menunjukkan wajib pajak tidak memenuhi persyaratan penonaktifan akses faktur pajak.

Klarifikasi juga akan disetujui apabila wajib pajak diduga menerbitkan faktur pajak yang tidak sah, yang mengakibatkan penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP, atau dinyatakan tidak terbukti sebagai wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak yang tidak sah berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksaan buku Surat Pemberitahuan (Bukper), penyidikan, atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Terakhir, klarifikasi akan diberikan apabila wajib pajak yang diduga menggunakan faktur pajak yang tidak sah telah:

  1. menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) terkait dasar penonaktifan akses pembuatan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP;
  2. mengungkapkan ketidakakuratan dalam pengisian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) terkait dasar penonaktifan akses pembuatan faktur pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP;
  3. melunasi utang pajak atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang merupakan pembetulan terkait dasar penonaktifan akses pembuatan faktur pajak;
  4. pemeriksaan buku surat pemberitahuan pajak (bukper) dihentikan karena wajib pajak mengungkapkan perbuatan yang tidak benar terkait penggunaan faktur pajak yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
  5. penyidikan atas penggunaan faktur pajak yang tidak sah dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
  6. dinyatakan tidak terbukti sebagai wajib pajak yang diduga menggunakan faktur pajak yang tidak sah berdasarkan hasil pemeriksaan, pemeriksaan buku pajak, penyidikan, atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sebagai informasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang untuk melakukan pemungutan pajak.

Menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak bagi wajib pajak yang diduga membuat atau menggunakan faktur pajak yang tidak sah.

Faktur pajak yang tidak sah adalah faktur pajak yang diterbitkan atau digunakan bukan berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan/atau faktur pajak yang diterbitkan oleh badan usaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Post Comment

Translate »