Aturan Pajak Terbaru Tentang Kripto
Perdagangan aset kripto di Indonesia menunjukkan tren yang dinamis dan progresif. Meskipun berfluktuasi, nilai transaksi dan jumlah pengguna terus meningkat. Sebagai perbandingan, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pengguna aset kripto pada tahun 2024 mencapai 22,91 juta, meningkat signifikan dibandingkan dengan 17,4 juta pada tahun 2023. Nilai transaksi juga mencapai Rp650,61 triliun pada tahun 2024, meningkat lebih dari 300% dibandingkan dengan Rp149,25 triliun pada tahun 2023.
Nilai transaksi yang substansial ini tentu saja berdampak pada penerimaan pajak. Dalam siaran persnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan bahwa penerimaan pajak kripto per Desember 2024 mencapai Rp1,09 triliun. Penerimaan ini berasal dari Rp246,45 miliar pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp620,4 miliar pada tahun 2024.
Ketentuan Perpajakan Terbaru
Menyusul pergeseran fungsi aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 50/2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Dalam peraturan terbaru ini, Aset Kripto didefinisikan sebagai representasi digital dari suatu nilai yang dapat disimpan dan ditransfer menggunakan teknologi yang memungkinkan penggunaan buku besar terdistribusi seperti blockchain untuk memverifikasi transaksi dan memastikan keamanan serta validitas informasi yang tersimpan. Aset kripto tidak dijamin oleh otoritas sentral seperti bank sentral, melainkan diterbitkan oleh pihak swasta. Aset kripto dapat ditransaksikan, disimpan, dan dipindahkan atau dialihkan secara elektronik, dan dapat berupa koin digital, token, atau representasi aset lainnya yang mencakup aset kripto terdukung (backed crypto-asset) dan aset kripto tidak terdukung (unbacked crypto-asset).
Pengenaan Pajaknya pun juga berubah , di Pasal 2 diatur bahwa Atas penyerahan Aset Kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Namun di pasal yang sama diatur Atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan Aset Kripto, oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; dan/atau Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi Aset Kripto oleh Penambang Aset Kripto dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Penyerahan aset kripto tidak lagi dikenai PPN namun jasa – jasa yang terkait dengan transaksi asset kripto tetap dikenai PPN.
Tarif Pajak terbaru
Dalam PMK 50/2025 diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas Jasa Kena Pajak terkait transaksi Aset Kripto dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
Sedangkan untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh Penjual Aset Kripto; Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik; atau Penambang Aset Kripto, sehubungan dengan Aset Kripto dikenai Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,21% (nol koma dua puluh satu persen) dari nilai transaksi Aset Kripto. Tarif tersebut meningkat jika dibandingkan peraturan sebelumnya yang hanya sebesar 0,1% (nol koma satu persen). Pajak penghasilan Pasal 22 tersebut bersifat final.
Post Comment