Badan Usaha yang Membeli Batubara dan Mineral Logam, Apakah Wajib Memotong PPh Pasal 22?
Berdasarkan pada Pasal 217 PMK 81/2024, badan usaha yang membeli batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan usaha atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan dikenakan PPh Pasal 22. Selama transaksi tersebut memenuhi ketentuan Pasal 217 ayat (1) huruf h PMK 81/2024, pembeli wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 22 dan melampirkan bukti pemotongan/pemungutan terpadu.
Selain menerbitkan bukti pungut, pembeli juga wajib menyetorkan pembayaran PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (2) huruf d PMK 81/2024. Perlu diketahui, tarif PPh Pasal 22 atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan usaha atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha adalah sebesar 1,5% dari harga pembelian, belum termasuk PPN. Izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 271 ayat (1) huruf h adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara, bunyi Pasal 271 ayat (5).
Sebagai informasi, PMK 81/2024 turut mengatur Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Merujuk pada pasal 271, PMK tersebut memerinci kriteria pemungut PPh Pasal 22, yaitu:
1. Bank Devisa dan Ditjen Bea dan Cukai atas:
– impor barang; dan
– ekspor komoditas tambang batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh wajib pajak yang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya.
2. Instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang, yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan atau mekanisme pembayaran langsung;
3. Badan usaha tertentu meliputi:
– BUMN;
– Badan usaha dan BUMN yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh
pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada
BUMN lainnya; dan
– Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja
Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Indonesia Tbk,
sehubungan dengan pembayaran pembelian barang dan/atau bahan untuk kegiatan usahanya;
4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi, untuk penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
5. Agen tunggal, agen merek, dan importir umum kendaraan bermotor,
untuk penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri; 6. Produsen atau importir Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Pelumas, untuk penjualan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan Pelumas;
7. Badan usaha industri atau eksportir yang membeli bahan berupa hasil hutan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses produksi industri, untuk keperluan industri atau ekspor; dan
8. Badan usaha yang membeli batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan usaha atau orang perseorangan pemegang izin usaha pertambangan.
Post Comment