Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Buka Suara Soal Tanggal Berlakunya Pemberlakuan Pajak 0,5 Persen bagi Pedagang Online

DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa pemberlakuan pajak 0,5 persen bagi pedagang online sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/225) belum efektif. Saat ini, peraturan tersebut masih menunggu Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) sebagai dasar teknis pelaksanaan di lapangan.

Yuliana Wisudawati, Konsultan Pajak Ahli Muda di Kanwil DJP Jawa Barat III, menjelaskan bahwa penerapan PMK 37/2025 baru dapat dimulai setelah KEP resmi diterbitkan oleh DJP.

“Peraturannya sudah dibahas. KEP akan diterbitkan dari pemerintah pusat, diverifikasi langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak, baru kemudian KEP akan diterbitkan,” jelas Yuliana dalam acara TERC TAX Update: Tinjauan Lengkap Pajak e-Commerce Terkini.

Yuliana menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menerbitkan Surat Keputusan (KEP) setelah proses verifikasi untuk berbagai pihak, termasuk platform perdagangan daring, selesai. Menurutnya, setelah KEP diterbitkan, peraturan tersebut akan berlaku efektif, dengan tambahan waktu satu bulan bagi wajib pajak dan penjual daring untuk melakukan pendataan.

“Setelah KEP diterbitkan untuk pihak lain—toko oranye, toko hijau, toko biru, atau toko lainnya—maka pelaksanaan PMK 37 akan dimulai. Namun, pelaksanaannya akan dilakukan bulan berikutnya karena kami diberi waktu satu bulan untuk pendataan,” jelasnya.

Sementara itu, beberapa waktu lalu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyatakan bahwa penerapan PMK 37/2025 membutuhkan masa transisi minimal satu tahun. Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menegaskan bahwa pihaknya baru menerima salinan resmi peraturan tersebut pada 14 Juli 2025, dan masih mempelajari isinya secara menyeluruh.

“Kami di idEA baru menerima salinan resmi PMK 37/2025 pada 14 Juli 2025, sehingga kami masih mempelajari detailnya secara menyeluruh. Pada prinsipnya, kami mendukung langkah pemerintah untuk memperkuat kepatuhan perpajakan, termasuk di sektor e-commerce,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (15 Juli 2025).

Budi menjelaskan bahwa PMK 37/2025 bukanlah pungutan pajak baru, melainkan perubahan mekanisme pemungutan pajak yang beralih ke platform digital atau marketplace. Namun, ia mengakui bahwa peraturan ini akan menimbulkan tantangan teknis dan administratif, terutama bagi usaha kecil.

“Marketplace tidak diwajibkan untuk memverifikasi laporan omzet penjualan, tetapi harus menyediakan sistem yang memungkinkan penjual mengunggah dokumen-dokumen ini dan mengirimkannya ke sistem DJP. Dokumen-dokumen ini harus dicetak, ditandatangani, dan dicap. Hal ini membutuhkan kesiapan sistem, edukasi, dan komunikasi yang baik dengan penjual,” jelas Budi.

Konsensus anggota idEA menyimpulkan bahwa penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak memerlukan masa transisi minimal satu tahun. Masa transisi ini diperlukan untuk mengembangkan sistem pelaporan, mengedukasi penjual, dan berintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Lebih lanjut, idEA menyoroti potensi dampaknya terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum terbiasa dengan administrasi pajak digital. Sosialisasi dan bantuan teknis dianggap krusial agar kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif dan menghindari kebingungan.

Budi juga menyinggung kemungkinan pengalihan beban pajak kepada konsumen. “Meskipun pajak penghasilan dibebankan kepada penjual, dalam praktiknya, beban tersebut dapat dialihkan kepada konsumen tergantung pada strategi masing-masing pelaku usaha. Hal ini juga menjadi pertimbangan penting dalam menjaga keseimbangan antara kepatuhan pajak dan pertumbuhan ekonomi digital,” jelasnya.

idEA mencatat bahwa kebijakan serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti India, Meksiko, Filipina, dan Turki. Namun, mereka meyakini bahwa struktur dan kesiapan ekosistem digital Indonesia berbeda, sehingga memerlukan pendekatan yang disesuaikan.

“Kami juga menunggu arahan lebih lanjut, termasuk komunikasi teknis yang komprehensif dari DJP agar pelaku industri dan UMKM dapat beradaptasi secara efektif. Kami terbuka untuk berdialog dan mendorong penerapan kebijakan ini secara adil dan proporsional, tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi digital nasional,” pungkas Budi.

Post Comment

Translate »