PER 18/2025 Diterbitkan! Dirjen Pajak Menindaklanjuti Data Konkret untuk Pengawasan dan Pemeriksaan
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menindaklanjuti data konkret wajib pajak dalam rangka kegiatan pengawasan dan pemeriksaan. Penegasan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret (PER 18/2025), yang mulai berlaku pada 24 September 2025.
“Dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, perlu dilakukan tindak lanjut data konkret,” demikian bunyi bagian “Menimbang” dalam PER 18/2025.
PER 18/2025 juga diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta akuntabilitas dalam menindaklanjuti data konkret.
Daftar Data Konkret untuk Pengawasan dan Pemeriksaan
Pasal 2 PER 18/2025 merinci daftar data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagai berikut:
- Faktur pajak yang telah disetujui melalui sistem informasi DJP, tetapi belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
- Bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) yang belum dilaporkan oleh penerbit bukti pemotongan atau pemungutan dalam SPT Masa PPh; dan/atau
- Bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak, yang memerlukan pengujian sederhana. Bukti tersebut dapat meliputi:
- Kelebihan pengurang dalam SPT Masa PPN yang tidak didukung oleh kelebihan pembayaran dalam SPT Masa PPN sebelumnya;
- Penghitungan ulang pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh wajib pajak yang tidak berhak menggunakan pedoman kredit pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan kena pajak dan tidak kena pajak;
- PPN yang dibayar di muka yang tidak atau kurang dibayar;
- Pemanfaatan insentif pajak yang tidak semestinya;
- Pengkreditan pajak masukan yang tidak semestinya;
- Penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan surat bukti pemotongan pajak yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan/atau kesalahan terkait penggunaan norma penghitungan penghasilan neto;
- Data dan/atau informasi yang bersumber dari ketetapan, keputusan, dan/atau putusan perpajakan atas sengketa mengenai penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersifat final dan dapat langsung digunakan untuk menghitung utang pajak yang tidak atau kurang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuannya; dan/atau
- Data dan/atau informasi yang telah diterbitkan Surat Permintaan Penjelasan Data dan/atau Informasi (SP2DK), serta Berita Acara Permintaan Penjelasan Data dan/atau Informasi wajib dibuat yang memuat persetujuan Wajib Pajak. Berita Acara tersebut wajib berdasarkan pemenuhan kewajiban perpajakan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasanya—meskipun pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum dipenuhi atau tidak dipenuhi hingga batas waktu yang disepakati oleh Wajib Pajak—dan dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
“Data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau pemeriksaan,” bunyi Pasal 3 PER 18/2025. Pemeriksaan yang dimaksud merupakan jenis pemeriksaan khusus.
Mengutip Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak (PMK 15/2025), pemeriksaan khusus adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan, khususnya untuk satu atau lebih pos dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan/atau Surat Pemberitahuan untuk objek pajak tertentu, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.
PMK 15/2025 juga menetapkan bahwa jangka waktu pemeriksaan khusus maksimal satu bulan.
Post Comment