PMK 131/2024: Nilai PPN Terutang Tetap Sama, TaxPrime Simulasikan Contoh Penghitungannya

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pernah mengkhawatirkan adanya kompleksitas yang tinggi terhadap perubahan mekanisme penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Media sosial juga sempat diramaikan dengan isu bahwa perubahan skema penghitungan PPN tersebut membuat jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan konsumen mengalami kenaikan. Menepis rumor itu, Partner TaxPrime Aries Prasetyo akan menjelaskannya untuk Sobat Pak Jaka.

Tanya:

Kami merupakan perusahaan di bidang ritel dan sudah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kami ingin memastikan bahwa skema perubahan mekanisme penghitungan PPN saat ini tidak mempengaruhi kenaikan jumlah PPN terutang tahun 2025. Hal ini kami pastikan mengingat banyak isu yang mengatakan bahwa skema DPP 11/12 sama saja dengan menaikkan tarif PPN 12 persen kepada konsumen. Kemudian, apa yang perlu PKP pahami terkait perubahan mekanisme PPN dalam aturan terbaru?

Jawab: 

Terima kasih atas pertanyaannya. Saya memaklumi adanya polemik yang beredar di masyarakat mengenai penerapan skema DPP untuk menghitung PPN terutang. Kekisruhan ini wajar terjadi karena penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 terbit di akhir tahun (31 Desember 2024) dan berlaku 1 hari setelahnya, di mana sebelumnya perusahaan atau dunia usaha sudah menyiapkan sistem penyesuaian kenaikan tarif PPN dari 11 ke 12 persen.

Namun, perlu digarisbawahi nilai PPN terutang PPN tetap sama di tahun 2025. Meskipun mekanisme penghitungannya berbeda dengan sebelumnya. Perubahan mekanisme dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024 ini ditetapkan untuk mewujudkan aspek keadilan kepada masyarakat, tanpa melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengamanatkan kenaikan tarif PPN dari 11 ke 12 persen.

Secara garis besar ada dua skema mekanisme penghitungan dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024. Pertama, barang mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dihitung dari DPP berupa harga jual atau nilai impor dengan rumus 12 persen x harga jual atau nilai impor.

Kedua, barang dan jasa selain barang mewah dihitung dari DPP berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, dan penggantiannya. Rumusnya adalah 12 persen x 11/12 x harga jual, nilai impor, atau penggantian.

Mari kita buktikan bahwa besaran PPN terutang tahun 2025 tetap sama dari tahun sebelumnya. Misalnya, harga sepeda seharga Rp1 juta. Di tahun 2024 atau sebelum PMK Nomor 131 Tahun berlaku, PPN yang harus dibayar adalah 11 % x Rp1 juta = Rp110 ribu.

Sementara, pembelian sepeda di tahun 2025 dikenakan PPN sebesar 12 % x 11/12 x Rp1 juta= Rp110 ribu.

Dengan demikian, PPN yang harus dibayar konsumen Anda tidak berbeda dari tahun 2024 dan 2025, tetap Rp110 ribu.

Bagi PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, maka berlaku dua ketentuan. Pertama, transaksi periode 1-31 Januari 2025 PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual. Kedua, mulai 1 Februari, PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen x harga jual atau impor.

Kemudian, yang perlu juga dipahami adalah PKP yang menggunakan DPP berupa nilai lain dan besaran tertentu telah diatur dalam PMK Nomor 131 Tahun 2025.

 

Sumber: PMK 131/2024: Nilai PPN Terutang Tetap Sama, TaxPrime Simulasikan Contoh Penghitungannya – PAJAK.COM

Post Comment

Translate »