PPh Pasal 22 Belum Terpungut, Faktur Marketplace Dianggap Bukti Terpungut
PMK 37/2025 menetapkan bahwa faktur penjualan barang dan jasa melalui marketplace yang tidak memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) tetap dianggap sebagai bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Meskipun penjualan yang dilakukan oleh pedagang dalam negeri dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 karena memenuhi kriteria dalam Pasal 10 ayat (1) PMK 37/2025, dokumen faktur terkait penjualan tersebut tetap dianggap sebagai bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
“Dokumen faktur untuk transaksi yang tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) tetap dianggap sebagai bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22,”
bunyi Pasal 12 ayat (5) PMK 37/2025, dikutip Rabu (16 Juli 2025).
Penjualan yang dikecualikan dari PPh Pasal 22 oleh penyelenggara pasar modal berdasarkan Pasal 10 ayat (1) PMK 37/2025 meliputi:
1. penjualan barang dan/atau jasa oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dengan peredaran usaha sampai dengan Rp500.000.000.000 pada tahun pajak berjalan dan yang telah menyampaikan surat pernyataan;
2. penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri mitra perusahaan aplikasi berbasis teknologi yang menyediakan jasa transportasi;
3. penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang dalam negeri yang menyampaikan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh;
4. penjualan pulsa dan kartu perdana;
5. penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang seluruhnya bukan emas, batu mulia, dan/atau batu lain yang sejenis, oleh produsen perhiasan emas, pedagang perhiasan emas, dan/atau pengusaha emas batangan; dan/atau
6. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya. Nantinya, informasi yang tercantum dalam dokumen tersebut, yang dianggap sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22, wajib disampaikan oleh penyedia marketplace kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) PMK 37/2025.
“Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPh Terpadu,” bunyi Pasal 15 ayat (2) PMK 37/2025.
Sebagai informasi, PMK 37/2025 mewajibkan penyedia marketplace untuk memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto yang diterima oleh pedagang sebagaimana tercantum dalam dokumen faktur.
Penyedia marketplace, yang bertindak sebagai pihak ketiga, akan ditunjuk dan diwajibkan untuk memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 jika menggunakan rekening escrow untuk menyimpan penghasilan dan memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:
1. memiliki nilai transaksi dengan pengguna layanan media elektronik yang digunakan untuk bertransaksi di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam waktu 12 bulan; dan/atau
2. memiliki volume atau jumlah pengguna yang melebihi jumlah tertentu dalam waktu 12 bulan.
Nilai transaksi dan batasan jumlah pengguna akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagaimana didelegasikan oleh Menteri Keuangan.
Setelah nilai transaksi dan batasan lalu lintas ditetapkan melalui peraturan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak untuk menunjuk penyedia pasar yang bertanggung jawab untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Post Comment