Pemerintah Diminta Berikan Insentif Pajak bagi Sektor Padat Karya Untuk Cegah PHK

Saan Mustopa selaku Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan meminta pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mencegah PHK massal.

Saan mengatakan, pemerintah antara lain perlu menyiapkan peta jalan mitigasi PHK, yang meliputi insentif pajak bagi industri padat karya. Selain itu, pemerintah dapat memberikan stimulus pelatihan ulang bagi tenaga kerja, serta perlindungan sosial yang menyeluruh bagi pekerja terdampak.

Saan kemudian menyoroti pentingnya keterlibatan Badan Anggaran (Banggar) dan komisi terkait di DPR untuk mengatasi fenomena PHK massal secara sistematis dan terukur. Menurutnya, pemerintah dan DPR dapat bekerja sama mencari solusi terbaik untuk mencegah PHK massal.

Mengutip data Kementerian Ketenagakerjaan, hingga triwulan I 2025, lebih dari 38.000 pekerja telah di-PHK, dengan sektor manufaktur dan tekstil menjadi penyumbang terbesar.

Terkait insentif pajak yang diajukan Saan, sejatinya terdapat fasilitas tax holiday bagi industri padat karya berdasarkan PMK 16/2020. Kebijakan ini menyebutkan wajib pajak yang melakukan penanaman modal pada industri padat karya tertentu dapat memperoleh fasilitas pajak penghasilan.

Fasilitas pajak penghasilan yang diberikan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah. Pengurangan penghasilan neto tersebut dibebankan selama 6 tahun sejak dimulainya produksi komersial atau sebesar 10% per tahun.

Seluruh aktiva tetap yang diperhitungkan dalam pengurangan tersebut wajib digunakan untuk kegiatan usaha utama. Kegiatan usaha utama yang dimaksud adalah bidang usaha dan jenis produksi yang tercantum dalam izin usaha.

Terdapat 3 persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh industri padat karya agar dapat memanfaatkan fasilitas ini, yaitu menjadi wajib pajak badan dalam negeri; menjalankan kegiatan usaha utama yang tercakup dalam 45 sektor industri padat karya sebagaimana diatur dalam lampiran PMK 16/2020; dan mempekerjakan paling sedikit 300 orang tenaga kerja Indonesia dalam satu tahun pajak.

Fasilitas PPh yang diberikan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60% dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah. Pengurangan penghasilan neto tersebut dibebankan selama 6 tahun sejak dimulainya produksi komersial atau sebesar 10% per tahun.

Semua aktiva tetap yang diperhitungkan dalam pengurangan tersebut wajib digunakan untuk kegiatan usaha utama. Kegiatan usaha utama yang dimaksud adalah bidang usaha dan jenis produksi yang tercantum dalam izin usaha.

Terdapat 3 persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh industri padat karya agar dapat memanfaatkan fasilitas ini, yaitu menjadi wajib pajak badan dalam negeri; melaksanakan kegiatan usaha utama yang termasuk dalam 45 bidang industri padat karya sebagaimana diatur dalam lampiran PMK 16/2020; dan mempekerjakan paling sedikit 300 orang tenaga kerja Indonesia dalam satu tahun pajak.

Di sisi lain, pemerintah juga memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja di sektor padat karya berdasarkan PMK 10/2025. Melalui kebijakan ini, pemerintah mengatur pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2025.

Insentif ini diberikan kepada pekerja yang bekerja di industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit, dan barang dari kulit. Insentif ini hanya diberikan kepada pekerja yang memperoleh penghasilan bruto paling tinggi Rp10 juta per bulan atau Rp500.000 per hari.

Post Comment

Translate »